JAKARTA - Pemerintah perlu mewaspadai penurunan tanah di Jakarta Utara yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan sejumlah infrastruktur. Badan Jalan RE Martadinata yang ambles sepanjang 103 meter merupakan peringatan dini akan ancaman yang lebih besar.
Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute Firdaus Ali, Sabtu (18/9/2010) di Jakarta Pusat, mengatakan, amblesnya badan jalan beton itu didahului penurunan permukaan tanah. Faktor abrasi air laut mempercepat amblesnya badan jalan itu.
Terdeteksinya penurunan 2,6 sentimeter permukaan badan jalan yang masih utuh, di samping badan jalan yang ambles, merupakan indikasi penurunan tanah. Daya dukung tanah bagian dalam berkurang sehingga memicu penurunan permukaan tanah penyangga badan jalan.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Jawali Marbun mengatakan, pihaknya meneliti apakah ada rongga di tanah di bawah jalan. Namun, ada indikasi kekuatan badan jalan yang utuh labil dan rawan ambles.
”Masyarakat diminta tidak mendekati badan jalan yang ambles. Badan jalan yang utuh rawan ambles juga,” kata Jawali.
Menurut Firdaus Ali, pada tahap awal, penurunan permukaan tanah sangat berpotensi merusak bangunan infrastruktur, seperti jalan dan saluran air. Bangunan infrastruktur biasanya tidak memiliki fondasi yang kuat sehingga rawan ambles jika permukaan tanahnya turun cepat.
Kerusakan akan lebih cepat terjadi jika dipicu faktor-faktor lain, seperti gerusan air dan beban berlebihan dari atas. Kerusakan di badan jalan lebih mudah terjadi karena dilewati kendaraan berat.
Dosen dan peneliti pada Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung, Armi Susandi, mengatakan, tanah ambles di wilayah Jakarta bagian utara berpotensi terus berlanjut secara tiba-tiba, terutama ke lokasi-lokasi rawan di wilayah lain. Kenaikan permukaan air laut dan intrusi air laut menyumbang peranan penting dalam melapukkan tanah sehingga labil dan mudah ambles.
Menurut dia, wilayah-wilayah rawan meliputi pelabuhan, bandar udara, dan permukiman padat disertai gedung-gedung bertingkat. Proses pelapukan tanah disebabkan sifat kimiawi air laut yang mengandung kadar garam atau salinitas tinggi.
Armi merekomendasikan langkah darurat selain upaya menghentikan eksploitasi air tanah, yakni melindungi pantai dengan struktur dinding beton. Namun, upaya itu masih menghadapi kendala peluang intrusi air laut ke darat melalui saluran atau muara sungai di Jakarta.
”Lindungi tanah dengan cara segera menghentikan eksploitasi air tanah, terutama di wilayah Jakarta bagian utara,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan daerah yang membatasi penyedotan air tanah dalam. Penyedot air tanah dalam wajib membayar sangat mahal. Namun, aturan baru itu belum efektif karena lemahnya pengawasan.
Wajar jika Jakarta Tenggelam Tahun 2030
Pelawak yang kini menjadi anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Deddy Gumelar alias Miing percaya bahwa Kota Jakarta akan tenggelam karena banjir pada tahun 2030 nanti jika tidak diantisipasi sejak saat ini.
"Ini kan semua karena ulah manusia. Ketika kemarau kita kekeringan pas musim hujan banjir. Alam sudah tidak bisa menampung resapan air karena Jakarta penuh pencakar langit. Wajar kalau jakarta akan tenggelam tahun 2030," ucap Miing, ditemui di acara ulang tahun anak Adjie Masaid, di Hotel Sultan, Minggu (19/9/2010).
Menurut Miing, amblasnya jalan RE Martadinata merupakan salah satu gejala penataan kota yang belum maksimal dilaksanakan. Salah satu anggota grup Bagito tersebut berharap agar seluruh lapisan masyarakat mematuhi peraturan tersebut.
"Yang perlu adanya penegakan hukum. Masyarakat harus menaati rencana tata ruang wilayah, jadi lahan ekonomi untuk ekonomi bukan untuk lahan perumahan. Sekarang kan terjadi banyak penyimpangan. Yang tadinya fasilitas umum jadi buat gedung juga," jelas salah satu pentolan grup lawak Bagito.
Si Manis Jembatan Ancol Diami Jembatan Ambrol
Warga di sekitar lokasi ambrolnya sebagian badan Jalan RE Martadinata tidak peduli dengan larangan untuk tidak mendekati lokasi reruntuhan. Warga justru menarik pengunjung yang datang dengan cerita soal buaya jadi-jadian di tempat tersebut.
Pantauan, sejak Sabtu (18/9/2010) pagi, warga dari berbagai tempat silih berganti mendatangi lokasi ambrolnya jalan yang bersebelahan dengan Jembatan Volker di Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Oleh warga, jembatan ini diyakini menjadi tempat "hunian" makhluk halus yang dikenal sebagai Si Manis Jembatan Ancol. Isu yang beredar di kalangan warga adalah ada sebuah mobil sedan yang ikut tercebur ketika jalan tersebut ambles pada Kamis (16/9/2010) dini hari. Namun, sampai saat ini tidak ditemukan bangkai mobil ataupun jasad pengemudinya.
Isu semakin panas dengan cerita warga setempat mengenai adanya buaya jadi-jadian yang sering lewat di Jembatan Volker. "Ayo, ayo, siapa yang mau lihat buaya, silakan parkir di sini," teriak beberapa warga yang mendadak menjadi tukang parkir di sekitar lokasi kejadian. "Yang mau lihat jembatan hilang, parkir di sini," ajak tukang parkir lainnya.
Sejak berita soal jalan ambrol itu tersebar, selalu saja ada penduduk yang ingin tahu kondisi jalan rusak tersebut. Mereka tak menghiraukan garis polisi dan pagar seng yang dipasang menutupi semua ruas jalan di kedua ujung jalan rusak. Anak-anak kecil bahkan asyik memancing di muara sungai di dekat Jembatan Volker. Warga seolah tak peduli dengan ancaman terjadinya ambrol susulan yang sewaktu-waktu mengancam keselamatan mereka.
Sisi jalan yang masih utuh masih menyisakan ancaman ambles karena tanah di samping jalan memperlihatkan adanya retakan sepanjang lebih kurang 5 meter. Sheet pile yang akan digunakan untuk memperkuat sisi jalan yang utuh itu pun belum dipasang.
Petugas dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum saat ini masih melakukan pengeboran di beberapa titik untuk mengambil sampel tanah guna melihat kondisi tanah di bawah jalan.
Artikel ini di Kutip dari http://re-tweet.blogspot.com/2010/09/inilah-gejala-awal-tenggelamnya-jakarta.html#ixzz10b7Cxa5n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar